Terdapat Peralihan Status atas Sebagian Tanah HPL No.2/Penggilingan Menjadi Hak Milik pada 23 Bidang Tanah Dilakukan Tanpa Persetujuan Pemprov DKI Jakarta
Pemprov DKI Jakarta menyajikan nilai Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga dalam Neraca per 31 Desember 2017 (Audited) senilai Rp6.498.705.739.298,00 atau naik 1,78% jika dibandingkan dengan Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga per 31 Desember 2016 (Audited) senilai Rp6.385.119.814.778,00.
Pemprov DKI Jakarta menyajikan nilai Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga dalam Neraca per 31 Desember 2017 (Audited) senilai Rp6.498.705.739.298,00 atau naik 1,78% jika dibandingkan dengan Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga per 31 Desember 2016 (Audited) senilai Rp6.385.119.814.778,00.
Dalam pelaksanaan kegiatan penatausahaan Aset Kemitraan Dengan Pihak Ketiga tersebut di atas, Pemprov DKI Jakarta mendapatkan hak penguasaan atas tanah negara dalam bentuk Hak Pakai yang berlangsung selama digunakan untuk keperluan Pemprov DKI Jakarta. Apabila Pemprov DKI Jakarta menggunakan tanah tersebut selain untuk kepentingan Pemprov DKI Jakarta, maka hak pakai dikonversi menjadi Hak Pengelolaan Lahan (HPL).
Atas bagian-bagian tanah HPL yang dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta tersebut, di atasnya dapat diterbitkan Hak Guna Bangunan (HGB) kepada pihak ketiga sesuai dengan rencana peruntukannya setelah mendapat rekomendasi dari Pemprov DKI Jakarta.
BPK telah mengungkapkan permasalahan tanah HPL pada LHP atas LKPD Pemprov DKI Jakarta TA 2013 Nomor 18.B/LHP/XVIII.JKT.2/06/2014 tanggal 19 Juni 2014. LHP tersebut mengungkapkan bahwa tanah dengan sertifikat HPL seluas sekitar 6.811.544 m2 tidak tercatat dalam daftar inventaris dan administrasi atas tanah dengan Sertifikat HGB di atas HPL seluas sekitar 5.820.892 m2 tidak memadai.
Rincian permasalahan sebagaimana dimuat dalam LHP adalah sebagai berikut:
a. Tanah yang bersertifikat HPL milik Pemprov DKI Jakarta tidak tercatat dalam inventaris;
b. BPKAD tidak memiliki daftar HGB yang telah diterbitkan di atas HPL, copy HGB di atas HPL yang telah dijadikan jaminan utang oleh pihak ketiga, dan data lengkap jumlah sertifikat HPL dan luasannya;
c. Pemprov DKI Jakarta tidak memiliki fisik sertifikat atas tiga HPL yaitu
HPL Kamal Muara Nomor 1,
HPL Mangga Dua Selatan atau 1998 dan
HPL Senen Nomor 1;
d. BPKAD tidak membuat pemantauan atau monitoring atas tanah-tanah yang bersertifikat HPL yang sudah diterbitkan sertifikat HGB di atasnya. Atas permasalahan tesebut, BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar segera membuat peraturan mengenai monitoring atas pemberian rekomendasi HGB di atas HPL dan memerintahkan Kepala BPKAD untuk melaksanakan inventarisasi atas aset tanah milik Pemprov DKI Jakarta dengan sertifikat HPL yang di atasnya telah diterbitkan HGB. Pada pemeriksaan LKPD TA 2014 BPK mengungkapkan permasalahan HPL pada LHP Nomor 13.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/06/2015 tanggal 17 Juni 2015.
LHP tersebut mengungkapkan terdapat bidang tanah dengan sertifikat HPL minimal seluas 1.453.465 m2 tidak tercatat dalam Daftar Inventaris, diantaranya seluas 1.169.464 m2 dengan HGB di atas HPL didokumentasikan secara tidak memadai.
BPK menemukan sebanyak 23 bidang tanah HPL seluas 1.453.465 m2 yang telah dikerjasamakan dengan pihak ketiga belum dicatat dalam Neraca per 31 Desember 2014. Dari 23 bidang tanah bersertifikat HPL tersebut diketahui bahwa BPKAD hanya menyimpan 13 sertifikat asli, satu sertifikat berupa fotokopi dokumen dan sisanya sebanyak sembilan berupa fotocopy dokumen dan sisanya sebanyak sembilan sertifikat tidak diketahui keberadaannya.
Atas permasalahan tersebut BPK merekomendasikan kepada Gubernur menginstruksikan Kepala BPKAD melakukan penertiban dan pengamanan serta inventarisasi atas aset tanah milik Pemprov DKI Jakarta yang bersertifikat HPL dan HGB di atas HPL yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga serta membuat program penyelesaian sertifikasi tanah yang jelas dan terukur; dan menerbitkan petunjuk teknis pengelolaan arsip vital terkait dengan pengelolaan aset tanah.
Pada pemeriksaan LKPD TA 2015 BPK kembali mengungkapkan permasalahan HPL pada LHP Nomor 10.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2016 tanggal 31 Mei 2016. LHP tersebut mengungkapkan bahwa pengendalian, pengelolaan dan pencatatan aset tanah dengan sertifikat HPL minimal seluas 1.453.465 m2 tidak memadai, diantaranya seluas 79.945 m2 beralih hak kepemilikan tanpa persetujuan Pemprov DKI Jakarta. Atas permasalahan tersebut BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar memerintahkan Kepala BPKAD untuk.
a. Berkoordinasi dengan Kepala Kantor Pertanahan Wilayah sesuai ketentuan yang berlaku untuk menertibkan dan mengamankan aset tanah milik Pemprov DKI Jakarta dengan sertifikat HPL;
b. Mengajukan upaya hukum untuk mengembalikan status tanah milik Pemprov DKI Jakarta yang telah berubah status menjadi SHM dan HGB murni pada status semula yaitu HGB di atas HPL; dan
c. Memberi sanksi sesuai ketentuan kepada Kepala Bidang Pengendalian Aset yang belum optimal dalam melaksanakan tugas pengendalian bukti kepemilikan aset tanah yang menjadi wewenangnya.
Sampai dengan berakhirnya pemeriksaan, Pemprov DKI Jakarta belum selesai menindaklanjuti rekomendasi BPK untuk melakukan penertiban, pengamanan serta inventarisasi atas aset tanah milik Pemprov DKI Jakarta yang bersertifikat HPL. Berdasarkan pemeriksaan atas pencatatan dan pengelolaan HPL Pemprov DKI Jakarta diketahui bahwa pencatatan dan pengelolaan kerja sama di atas HPL Pemprov DKI Jakarta belum memadai dan terdapat peralihan status atas sebagian tanah HPL Nomor 2/Penggilingan menjadi hak milik dilakukan tanpa persetujuan Pemprov DKI Jakarta dengan uraian sebagai berikut:
Sampai dengan berakhirnya pemeriksaan, Pemprov DKI Jakarta belum selesai menindaklanjuti rekomendasi BPK untuk melakukan penertiban, pengamanan serta inventarisasi atas aset tanah milik Pemprov DKI Jakarta yang bersertifikat HPL. Berdasarkan pemeriksaan atas pencatatan dan pengelolaan HPL Pemprov DKI Jakarta diketahui bahwa pencatatan dan pengelolaan kerja sama di atas HPL Pemprov DKI Jakarta belum memadai dan terdapat peralihan status atas sebagian tanah HPL Nomor 2/Penggilingan menjadi hak milik dilakukan tanpa persetujuan Pemprov DKI Jakarta dengan uraian sebagai berikut:
a. Pencatatan dan pengelolaan kerja sama di atas HPL Pemprov DKI Jakarta belum memadai
Berdasarkan pemeriksaan data HPL di Bidang Inventarisasi, Data, Informasi dan Dokumentasi Aset BPAD, diketahui terdapat 36 HPL atas nama Pemprov DKI Jakarta dengan rincian 36 HPL tersebut disajikan pada table berikut:
.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pencatatan dan pengelolaan kerja sama di atas HPL Pemprov DKI Jakarta belum memadai yang ditunjukkan dengan kondisi sebagai berikut:
1) Sebanyak 13 sertifikat HPL Pemprov DKI Jakarta belum ditemukan keberadaan fisiknya Berdasarkan data pada Bidang Indidok BPAD diketahui bahwa dari 36 HPL an. Pemprov DKI Jakarta, sampai dengan pemeriksaan tanggal 30 April 2018 terdapat 13 sertifikat HPL yang keberadaan fisik sertifikatnya belum ditemukan di gudang penyimpanan dokumen BPAD DKI Jakarta Pulomas, dengan rincian pada tabel berikut:
2) Terdapat HPL atas nama Pemprov DKI Jakarta yang belum dicatat oleh BPAD dan belum diungkap dalam CALK Terkait pengelolaan HPL atas nama Pemprov DKI Jakarta, BPK telah mengirimkan Surat Konfirmasi Tanah HPL atas nama Pemprov DKI Jakarta kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta melalui Surat Nomor 41/S/XVIII.JKT/02/2018 tanggal 27 Februari 2018 dan Surat Nomor 80/S/XVIII.JKT/04/2018 tanggal 4 April 2018. Berdasarkan jawaban konfirmasi dari BPN Kota Administrasi Jakarta Selatan diketahui bahwa terdapat HPL atas nama Pemprov DKI Jakarta yang belum dicatat oleh BPAD dan belum diungkapkan dalam CaLK, yakni
HPL Nomor 1/Tebet Barat dan
HPL Nomor 2/Tebet Barat, dengan rincian sebagai berikut:
3) Pemprov DKI Jakarta belum selesai menginventarisasi aset-aset kerja sama di atas tanah HPL Berdasarkan data dan dokumen yang diperoleh dari Bidang Indidok BPAD diketahui bahwa dari 36 HPL yang tercatat, terdapat 15 bidang HPL yang teridentifikasi dikerjasamakan dengan Pihak Ketiga. Dari 15 HPL yang dikerjasamakan dengan Pihak Ketiga tersebut, Subbidang Pemanfaatan Aset pada Bidang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Aset (P3A) BPAD hanya memiliki 13 dokumen perjanjian kerja sama, dengan rincian dimuat pada tabel berikut:
Bidang Indidok dan Bidang P3A belum melakukan inventarisasi dan identifikasi lebih lanjut ada atau tidaknya kerja sama Pemprov DKI Jakarta dengan Pihak Ketiga selain dari 15 HPL tersebut. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga belum memiliki mekanisme monitoring atas aset kerja sama di atas tanah HPL Pemprov DKI Jakarta.
4) Pencatatan atas tanah HPL oleh Unit Pengelola Kawasan Pusat Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta Permukiman Pulogadung (UPK PPUMKMP Pulogadung) belum sesuai ketentuan
Dalam laporan keuangan UPK PPUMKMP Pulogadung tercatat
- aset tetap tanah senilai Rp540.823.284.000,00 diantaranya berupa tanah HPL Nomor 00001/Penggilingan seluas 371.480 m² senilai Rp426.087.560.000,00.
- Selain itu terdapat juga aset lainnya berupa Kerjasama Operasi berupa tanah, bangunan dan perumahan lainnya seluas 307.938m² senilai Rp246.966.276.000,00.
Hasil pemeriksaan terkait ketentuan pencatatan aset menunjukkan permasalahan sebagai berikut:
a) Terdapat kesalahan dalam pencatatan aset tetap UPK PPUMKMP Pulogadung Berdasarkan LHP Pendapatan dan Belanja Daerah pada Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah serta Perdagangan Provinsi DKI Jakarta, Nomor 23/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.4/12/2016 diketahui bahwa atas HPL Nomor 00001/Penggilingan seluas 371.480 m2, diantaranya seluas 10.506m2 dikerjasamakan dengan PT ASP dengan bentuk kerja sama Bangun Serah Guna (BSG) tertanggal 1 Desember 2004, dengan jangka waktu lima tahun atau berakhir tanggal 30 November 2011.
Di atas HPL tersebut, telah terbit HGB Nomor 02773/Penggilingan an. PT ASP. Sampai dengan pemeriksaan berakhir, belum ada penyerahan aset BSG dari PT ASP ke Pemprov DKI Jakarta karena masih terdapat kewajiban PT ASP yang belum dipenuhi.
UPK PPUMKMP Pulogadung mencatat aset tanah dalam KIB A seluas 371.480m2 senilai Rp426.087.560.000,00. Tanah KSO seluas 10.506m2 termasuk dalam pencatatan keseluruhan tanah HPL tersebut. Seharusnya atas aset tanah yg dikerjasamakan dengan PT ASP dicatat sebagai aset kerjasama di akun Aset Lainnya dan bukan di akun Aset Tetap.
b) Pencatatan Aset KSO di akun Aset Lainnya UPK PPUMKMP Pulogadung tidak sesuai ketentuan
Tanah HPL No.2/Penggilingan dan JPL No.10/Jatinegara, diantaranya dikerjasamakan (KSO) seluas 307.938m2 dengan PT CSP. Tanah seluas tersebut dicatat di UPK PPUMKMP Pulogadung pada akun Aset Lainnya senilai Rp246.966.276.000,00. Seharusnya atas aset kerjasama KSO tersebut dicatat sebagai Aset Kerjasama di PPAD sebagai Pengelola Barang karena Perjanjian Kerja Samanya ditandatangani oleh Gubernur.
Tanah HPL No.2/Penggilingan dan JPL No.10/Jatinegara, diantaranya dikerjasamakan (KSO) seluas 307.938m2 dengan PT CSP. Tanah seluas tersebut dicatat di UPK PPUMKMP Pulogadung pada akun Aset Lainnya senilai Rp246.966.276.000,00. Seharusnya atas aset kerjasama KSO tersebut dicatat sebagai Aset Kerjasama di PPAD sebagai Pengelola Barang karena Perjanjian Kerja Samanya ditandatangani oleh Gubernur.
5) Status Aset yang dikelola PD Pasar Jaya yang terletak di atas HPL Nomor 1/Cideng Belum Jelas dan Kerjasama dengan PT GI di atas HPL Nomor 1/Cideng Belum Didukung Perjanjian Kerja Sama Pada tahun tanggal 10 Februari 1981 Pemprov DKI Jakarta melalui Surat Nomor 649/IIIB/1981 memberikan ijin kepada PT GI untuk mendirikan blok pertokoan/perkantoran bertingkat tiga di atas hak tanah Negara, yang terletak di Jalan Biak Gambir Jakarta Pusat.
Dari dokumen tersebut diketahui bahwa luasan tanah yang akan dimohonkan untuk dibangun di atas tanah seluas 13.950 m2. Berdasarkan Naskah Serah Terima Bangunan Pertokoan V.I.J di Jalan Biak Nomor 18/SB-HK/PJ/BA/1981 tanggal 8 Desember 1981 diketahui bahwa PT GI menyerahkan bangunan pertokoan V.I.J di Jalan Biak Jakarta Pusat kepada PD Pasar Jaya. Penyerahan kepada PD Pasar Jaya didasarkan pada Surat Kuasa Nomor 9080/XII/1981 tanggal 7 Desember 1981 dari Gubernur kepada Direktur Utama PD Pasar Jaya untuk mewakili Gubernur DKI Jakarta menerima gedung pertokoan V.I.J di Jalan Biak Jakarta Pusat berikut seluruh harta kekayaan yang terdapat di dalamnya dari PT GI.
Sampai dengan pemeriksaan berakhir, BPK mendapat penjelasan dari pihak PD Pasar Jaya bahwa tidak terdapat dokumen serah terima aset dari Pemprov DKI Jakarta kepada PD Pasar Jaya. Atas bidang tanah yang berlokasi di Jalan Biak tersebut telah diterbitkan HPL Nomor 1/Cideng atas nama Pemprov DKI Jakarta seluas 13.395 m2 tanggal 7 September 1987, dengan penunjukan Tanah Negara, bekas Big.Verp.No.8202-Seb.
Di atas HPL tersebut telah terbit HGB No.1519/Cideng an. PT GI seluas 1.472m2. Berdasarkan hasil konfirmasi dengan BPN Kota Administrasi Jakarta Pusat diketahui bahwa atas bidang tanah HPL Nomor 1/Cideng terdapat perjanjian kerja sama Pemprov DKI Jakarta dengan PT GI Nomor 1 Tahun 1979 tanggal 3 Januari 1979. Namun demikian, sampai dengan pemeriksaan berakhir, BPK tidak memperoleh Perjanjian Kerja Sama tersebut, sehingga tidak dapat diketahui hak-hak dan kewajiban Pemprov DKI Jakarta dan PT GI atas pengelolaan pertokoan tersebut.
Berdasarkan pengamatan fisik pada tanggal 10 April 2018 oleh BPK bersama Subbidang Pemanfaatan Aset BPAD dan Pengurus Barang Unit Pengelola Gelanggang Remaja Jakarta Pusat diketahui bahwa atas lokasi HPL tersebut terdapat Stadion Sepakbola VIJ, pertokoan sisi selatan yang dikelola oleh PD Pasar Jaya dan pertokoan sisi utara sebagaimana termuat dalam gambar situasi pada Sertifikat HPL Nomor 1/Cideng seluas 1.472m2, dikelola oleh perorangan dengan status hak belum diketahui. Atas HPL Nomor 1/Cideng seluas 13.395 m2 UP Gelanggang Remaja Jakarta Pusat mencatatnya sebagai aset tanah, Tanah Fasilitas Olahraga Stadion Sepakbola VIJ dengan kode barang 01.01.13.01.005 seluas 13.393 m2 senilai Rp18.955.050.000,00.
b. Terdapat peralihan status atas sebagian tanah HPL nomor 2/Penggilingan menjadi hak milik dilakukan tanpa persetujuan Pemprov DKI Jakarta
HPL merupakan hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang yang mewakili negara. Pemegang hak pengelolaan adalah instansi pemerintah, jawatan atau badan milik negara.
Berdasarkan LHP LKPD TA 2015 Nomor 10.B/LHP/XVIII.JKTXVIII.JKT.2/05/2016 tanggal 31 Mei 2016 telah diungkap temuan terdapat Pengendalian, pengelolaan dan pencatatan Aset Tanah dengan HPL minimal seluas 1.453.465 m2 tidak memadai, diantaranya seluas 79.945 m2 beralih hak kepemilikan tanpa persetujuan Pemprov DKI Jakarta.
Dari tanah yang beralih kepemilikan seluas 79.945 m2 tersebut terdapat peralihan tanah status HPL 1/Wijaya Kusuma menjadi HGB murni dan SHM seluas 61.149 m2 tanpa Persetujuan Pemprov DKI Jakarta. Berdasarkan temuan dalam LHP tersebut diperoleh informasi sebagai berikut
1) Pemprov DKI Jakarta telah melakukan kerjasama dengan PT CLS atas tanah HPL seluas 8,6 Ha yang selanjutnya dimanfaatkan oleh PT CLS untuk membangun perumahan dan pertokoan;
2) Sertifikat HPL Nomor 1 Wijaya Kusuma dikeluarkan oleh Kantor Agraria Jakarta Barat pada tanggal 1 Juni 1988 dengan luas 86.074 m2;
3) Pada 23 Juni 1995 Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Barat mengeluarkan sertifikat HGB tanpa status (HGB murni) di atas tanah HPL tersebut;
4) Pada 31 Oktober 2008 pemilik sertifikat HGB murni tersebut meningkatkan status HGB tersebut menjadi SHM dan disetujui oleh Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Barat;
5) Berdasarkan peta HPL yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Barat diketahui terdapat bangunan perumahan dan pertokoan yang berdiri di atas tanah HPL minimal sebanyak 166 sertifikat tanah dengan status kepemilikan Hak Milik perorangan dan sebanyak 143 sertifikat tanah dengan status HGB seluas 61.149 m2
Atas temuan tersebut di atas BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar memerintahkan Kepala BPKAD untuk:
Atas temuan tersebut di atas BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar memerintahkan Kepala BPKAD untuk:
1) Berkoordinasi dengan Kepala Kantor Pertanahan Wilayah sesuai ketentuan yang berlaku untuk menertibkan dan mengamankan aset tanah milik Pemprov DKI Jakarta dengan sertifikat HPL;
2) Mengajukan upaya hukum untuk mengembalikan status tanah milik pemprov DKI Jakarta yang telah berubah status menjadi SHM dan HGB murni pada status semula yaitu HGB di atas HPL; dan
3) Memberi sanksi sesuai ketentuan kepada Kepala Bidang Pengendalian Aset yang belum optimal dalam melaksanakan tugas pengendalian bukti kepemilikan aset tanah yang menjadi wewenangnya
Berdasarkan data tindak lanjut dengan posisi per 31 Desember 2017 Pemprov DKI Jakarta belum menindaklanjuti rekomendasi tersebut. Hasil reviu peta HPL Pemprov DKI Jakarta pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang diakses melalui website http://peta.bpn.go.id menunjukkan bahwa terdapat indikasi adanya bidang tanah dengan status Hak Milik pada HPL Nomor 2/Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur.
Hasil konfirmasi dari BPN Kota Administrasi Jakarta Timur dan pemeriksaan atas buku tanah pada tanggal 29 Maret 2018 dan 18 April 2018 diketahui sebagai berikut:
1) Pada HPL Nomor 2/Penggilingan telah terbit tujuh HGB seluas 157.825 m2, lima diantaranya merupakan HGB atas nama PT CSP seluas 75.571 m2. Sedangkan atas HPL Nomor 10/Jatinegara telah terbit dua HGB seluas 78.692 m2, seluruhnya atas nama PT CSP. Rincian dimuat pada tabel berikut:
2) Atas HGB Nomor 2027/Penggilingan atas nama PT CSP seluas 61.850m2 di atas HPL Nomor 2/Penggilingan an. Pemprov DKI Jakarta, telah terbit sebanyak 381 HGB seluas 53.732 m2, merupakan pemecahan atas HGB No.2027/Penggilingan;
3) Berdasarkan peta bidang tanah yang dihasilkan dari aplikasi Geo KKP BPN diketahui bahwa di atas HPL Nomor 2/Penggilingan telah terbit sebanyak 23 (dua puluh tiga) bidang tanah dengan status Hak Milik. Sebanyak 23 bidang tanah Hak Milik tersebut terletak di Perumahan Jatinegara Baru, yang berasal dari HGB induk Nomor 2027/Penggilingan an. PT CSP.
4) Dari sejumlah 23 bidang tanah dengan status Hak Milik tersebut, BPK telah melakukan pemeriksaan terhadap 20 Buku Tanah Hak Milik dengan total seluas 3.037 m2. Berdasarkan 20 Buku Tanah diketahui bahwa peningkatan HGB menjadi Hak Milik terjadi atas 13 bidang tanah di tahun 1999, satu bidang tanah di tahun 2000 dan 2001, dua bidang tanah di tahun 2005, satu bidang tanah masing-masing di tahun 2007, 2008 dan 2017. Nomor Hak Milik, Lokasi/Persil, Nama Pemegang Hak, dan keterangan lainnya atas 20 Buku Tanah tersebut
Atas tiga buku tanah lainnya, yaitu Buku Tanah Nomor M.5100, M.5127, dan M.5257 tidak dapat dilakukan pemeriksan dokumen karena dokumen sedang dipinjam untuk kegiatan internal BPN Jakarta Timur;
5) Kepala Sub Seksi Pemeliharaan Data Hak Tanah dan Pembinaan PPAT BPN Kota Administrasi Jakarta Timur menjelaskan bahwa penyebab terbitnya SHM di atas tanah HPL belum diketahui karena pejabat yang menandatangani sertifikat dan buku tanah sudah berpindah tugas dari Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Timur;
6) Hasil pemeriksaan terhadap 20 Buku Tanah dan dokumen pendukungnya menunjukkan bahwa tidak terdapat persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan Nomor 2/Penggilingan dhi. Pemprov DKI Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi pengalihan status tanah HPL Nomor 2/Penggilingan menjadi Hak Milik tanpa persetujuan Pemprov DKI Jakarta.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, yaitu:
1) Pasal 42:
a) ayat (1) yang menyatakan bahwa Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan pengamanan Barang Milik Negara/Daerah yang berada dalam penguasaannya;
b) ayat (2) yang menyatakan bahwa Pengamanan barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, pengamanan hukum’; dan
2) Pasal 43 ayat (1) menyatakan Barang milik Negara/daerah berupa tanah harus dilengkapi disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan.
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, pada Pasal 179:
1) ayat (1) yang menyatakan bahwa pelaksanaan KSP dituangkan dalam perjanjian KSP antara Gubernur/Bupati/Walikota atau Pengelola Barang dengan mitra KSP setelah diterbitkan Keputusan Pelaksanaan KSP oleh Gubernur/Bupati/Walikota;
2) ayat (2) yang menyatakan bahwa Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh mitra KSP dan: huruf (a) Gubernur, Bupati atau Walikota untuk BMD yang berada pada Pengelola Barang atau (b) Pengelola Barang untuk BMD yang berada pada Pengguna Barang
c. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah pada Pasal 34 Ayat (7) yang menyatakan bahwa Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan;
d. Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 15 Akuntansi Aset Tetap Berbasis Akrual Bab II Nomor 2.3 tentang Pengakuan Tanah Halaman 4 Alinea 1 menyatakan lebih lanjut PSAP 07 Paragraf 19 mengatur bahwa pengakuan aset tetap sangat andal bila aset tetap telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya berpindah. Hak kepemilikan tanah didasarkan pada bukti kepemilikan tanah yang sah berupa sertifikat, misalnya Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifkat Hak Pakai (SHP), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), dan Sertifikat Hak Pengelolaan (SHPL).
e. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 204 Tahun 2016 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Lampiran 1.19 Akuntansi Aset Tetap tentang Pengakuan Aset Tetap: 1) Butir 19 yang menyatakan bahwa Pengakuan aset tetap akan sangat andal bila aset tetap telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya berpindah; 2) Butir 24.d.2) yang menyatakan bahwa Dalam hal pemerintah belum mempunyai bukti kepemilikan tanah yang sah, tanah tersebut dikuasai dan/atau digunakan oleh pihak lain, maka tanah tersebut dicatat dan disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan;
f. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 255 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kelola Badan Pengelola Aset Daerah yaitu:
1) Pasal 3 ayat (2) pada:
a) huruf m: Untuk melaksanakan tugas pengelolaan aset daerah BPAD menyelenggarakan fungsi pengoordinasikan pengamanan aset pada SKPD /UKPD;
b) huruf n: Untuk melaksanakan tugas pengelolaan aset daerah BPAD menyelenggarakan fungsi pengamanan aset yang berada di pengelola barang;
2) Pasal 17 ayat (2) huruf l: Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bidang Pembinaan Pengendalian dan Pemanfaatan Aset menyelenggarakan fungsi pengkoordinasian penanganan penyelesaian permasalahan aset daerah;
3) Pasal 19 ayat (3) huruf d: Subbidang Pengendalian Aset mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pensertifikatan aset daerah yang berada di luar penguasaan dan penggunaan SKPD/UKPD;
4) Pasal 19 ayat (3) huruf h: mengkoordinasikan penyelesaian permasalahan aset daerah;
5) Pasal 28 ayat (3) huruf e: Subbidang Inventarisasi Aset mempunyai tugas menginventarisasi aset daerah berupa tanah yang tercatat dalam neraca SKPD pada lingkungan Provinsi;
6) Pasal 29 ayat (3) huruf d: Subbidang Dokumentasi Aset mempunyai tugas menyimpan dan mengadministrasikan dokumen aset daerah.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Potensi sengketa dan permasalahan hukum yang dapat merugikan Pemprov DKI Jakarta atas pengelolaan tanah HPL dan bangunan di atasnya;
b. Kehilangan potensi pendapatan karena adanya peluang bagi pihak-pihak lain untuk menguasai dan memanfaatkan aset Pemprov DKI Jakarta tanpa membayar kontribusi;
c. Pemprov DKI Jakarta kehilangan tanah HPL seluas 3.037 m2 yang telah beralih dari HPL menjadi SHM atas nama pihak lain;
d. Potensi:
1) lebih saji pencatatan aset tetap berupa Stadion Sepakbola;
2) lebih saji pencatatan aset tetap dan aset lainnya UPK PPUMKMP Pulogadung; dan
3) kurang saji pencatatan aset kerjasama BPAD sebagai PPAD.
Hal tersebut disebabkan:
Hal tersebut disebabkan:
a. Kepala BPAD belum optimal melakukan upaya penertiban dan pengamanan atas aset tanah milik Pemprov DKI Jakarta dengan sertifikat HPL yang di atasnya telah diterbitkan Hak Milik;
b. Kepala Bidang Inventarisasi, Data, Informasi dan Dokumentasi Aset belum optimal dalam pelaksanaan inventarisasi, data, informasi dan dokumentasi aset;
c. Tugas pokok dan fungsi monitoring aset tanah berupa HPL belum diatur secara jelas.